Kupang, CNN Indonesia

Mesjid Al Baitul Qadim yang terletak di Jalan Trikora, Desa Airmata, Kecamatan Alak, Kota Kupang adalah yang tertua di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Mesjid yang telah berusia lebih dari dua abad itu diklaim sebagai simbol toleransi dan pemersatu masyarakat dari berbagai suku yang mendiami ibu kota provinsi NTT itu sejak awal abad ke-19.

Ketua Yayasan Mesjid Al Baitul Qadim, Abdul Syukur Dapubeang, mengatakan rumah ibadah itu dibangun seorang pendakwah yang berasal dari Timur Tengah bernama Sya’ban bin Sanga. Mesjid tersebut dibangun selama enam tahun pada awal abad ke-19 silam.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Dibangun tahun 1806 dan selesai tahun 1812, enam tahun proses pembangunannya,” ujar Abdul Syukur saat berbincang dengan CNN Indonesia.com, Jumat (15/3).

Dia menerangkan Abdul Syukur membawa rombongan sekitar 20 orang tiba di Pelabuhan Fatubesi, Kupang sebelum 1800. Tapi, dalam sejarah mesjid tidak disebutkan kapan tepatnya rombongan pendakwah tersebut tiba.

“Awalnya itu para ulama terdahulu mereka melakukan perjalanan dakwah dari Palembang, lalu ke Pulau Solor di Flores Timur dan tiba di Pulau Timor ini sebelum tahun 1800, itu mereka sudah tiba di Pulau Timor,” ujarnya.

Setelah tiba di Kupang, Sya’ban bin Sanga sempat membangun surau di Fatubesi. Tetapi beberapa bulan setelah itu, pemerintah Hindia Belanda memerintahkan surau yang menjadi tempat rombongan dakwah tersebut dipindahkan. Alasannya lokasi tersebut akan dibangun tempat tinggal bagi para petinggi Belanda yang saat itu masih berkuasa di Kota Kupang.

Surau lalu dipindah ke kelurahan Fontein, tapi lagi-lagi disuruh pindah oleh pemerintah Hindia Belanda kala itu dengan dalih yang tak jauh berbeda.




Mesjid Al Baitul Qadim yang terletak di Jalan Trikora, Kecamatan Alak, Kota Kupang, NTT menjadi satu-satunya mesjid tertua di Kota Kupang bahkan Pulau Timor. Mesjid yang telah berusia lebih dari dua abad itu diklaim sebagai simbol toleransi dan pemersatu masyarakat dari berbagai suku yang mendiami Kota Kupang sejak awal tahun 1800. (CNNIndonesia/Elly)Foto lama Masjid Airmata–masjid tertua di Pulau Timor, NTT.  (CNNIndonesia/Elly)

Baru pada 1806, Raja Timor kala itu yakni Amabi Oefeto memberikan lahan seluas dua hektare di Desa Airmata (sekarang Kelurahan Airmata) untuk membangun mesjid.

Maka berdirilah Masjid Al Baitul Qadim Airmata itu, dan bertahan hingga saat saat ini.

“Di sinilah mereka diberikan hibah oleh Raja Timor kepada Sya’ban bin Sanga untuk kepentingan dakwah, membangun sebuah mesjid kemudian membuat peradaban dengan masyarakat setempat dan juga membangun satu hubungan yang baik dengan masyarakat non muslim,” tutur Abdul Syukur.

Tiga susun atap masjid

Saat membangun Mesjid Al Baitul Qadim, Syaban bin Sanga menonjolkan sejumlah simbol dalam arsitektur rumah ibadah itu, terutama sebagai sumber pemersatu.

“Pada saat itu dibangun dengan jemaah-jemaah lain dan nonmuslim, nah ini sudah terbangun dari segi toleransinya, dari segi persatuannya, dari segi kesamaan dalam perjuangannya itu dibangun ketika itu sehingga lahirlah sebuah ide membangun sebuah mesjid merupakan sebuah sumber pemersatu sehingga masjid ini ada latar belakangnya, ada simbol-simbol pemersatunya,” kata Abdul Syukur.

Salah satu simbol yang ditonjolkan adalah bentuk dari mesjid tersebut karena mesjid harus dibangun dengan simbol persatuan.

“Karena saat itu ada berbagai suku dan etnis yang mendiami di Desa Airmata. Ada unsur Timor, ada dari Sabu, ada dari Rote, dari Jawa, Melayu dan China, beragam,” kata Abdul Syukur.

Dari berbagai suku itulah, mesjid Al Baitul Qadim dibangun dengan bentuk atap dan bentuk mesjidnya memiliki tiga susun di atap dengan memiliki makna tersendiri seperti yang tergambar dalam foto. Makna yang dimaksud adalah persatuan dan toleransi.

Tiga susun atap tersebut melambangkan tiga suku besar yang mendiami Kota Kupang saat itu yakni Suku Timor, Suku Rote dan Suku Sabu yang kini dikenal dengan singkatan Tirosa.

“Jadi tirosa itu sejak tahun 1800 sudah terbentuk,” kata Abdul Syukur.

Seiring perkembangan zaman, maka masyarakat keturunan Arab pun mulai berdatangan ke Desa Airmata. Sehingga saat ini, kampung Airmata banyak dihuni  warga keturunan Arab beragama Islam.

Tulisan ini adalah rangkaian dari kisah masjid-masjid kuno di Indonesia yang diterbitkan CNNIndonesia.com pada Ramadan 1445 Hijriah

Baca halaman selanjutnya






Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *