Jakarta, CNN Indonesia —
Ketua DPC PDI Perjuangan Gunungkidul Endah Subekti Kuntariningsih bercerita satgas PDIP Gunungkidul baik yang laki-laki dan perempuan mendapatkan intimidasi.
Mereka juga digeledah oleh aparat lantaran mempertahankan berkibarnya bendera PDIP ketika Presiden Joko Widodo menggelar kunjungan kerja ke Gunungkidul pada akhir Januari 2024.
Awalnya Endah mengenang, terdapat kader PDIP yang ditugaskan untuk pasang bendera PDIP di seluruh Kabupaten Gunungkidul diminta menurunkan bendera oleh pihak aparat pada 29 Januari 2024. Sebab, aparat kala itu melarang bendera PDIP berkibar di area lintasan presiden Jokowi.
“Maka kader kami menolak. Karena menolak, maka dia aparat itu minta bertemu penanggung jawab PDIP. Maka diantarlah bertemu saya,” kata Endah ketika dihadirkan sebagai saksi oleh tim hukum Ganjar-Mahfud dalam sidang gugatan hasil Pilpres 2024 di MK, Jakarta, Selasa (2/4).
Singkat cerita, Endah kemudian mengatakan terjadi dialog dan negosiasi antara dirinya dan aparat terkait penurunan bendera partai. Setelah itu dicapai kesepakatan bahwa di lokasi kehadiran presiden tak ada alat peraga kampanye.
“Tapi di lokasi presiden melintas kami menolak tegas. Jika di luar sepengetahuan kami bendera diturunkan, bahwa kami akan pertahankan sampai titik darah penghabisan,” kata dia.
Endah bercerita ia tiba-tiba mendapatkan kabar keesokan harinya atau 30 Januari 2024 Satgas PDIP digeledah oleh aparat. Tak hanya Satgas laki-laki, namun Satgas PDIP yang perempuan juga digeledah. Merasa tak terima, Endah lantas menelepon Intel Polres Gunung Kidul dan Kodim.
“Saya tanya ke Intel Polres, apakah saudara diperintah Kapolres untuk menggeledah satgas kami yang berkaos Ganjar? Karena digeledah tak hanya laki-laki. Tapi satgas perempuan juga. Dijawab oleh Intel polres bahwa bukan dari polres dan tak ada perintah. Saya tanya ke satgas yang telepon, Ternyata dari Kodim. Kasi Intel Kodim langsung saya telepon tapi tak dijawab,” kata dia.
“Selang beberapa menit komandan Kodim menjawab WA saya dan tak ada di lapangan dan tak tahu,” tambahnya.
Diancam ditembak
Tak hanya itu, Endah juga mendapatkan temuan relawan Ganjar-Mahfud ditangkap dan dipukuli oleh aparat lantaran membentangkan spanduk Ganjar-Mahfud ketika Jokowi hendak berkunjung ke Gunungkidul. Ia mengungkapkan kala itu tak ada yang berani menolong.
“Katakanlah ada simpatisan yang dianggap bersalah atau membahayakan objek, tetapi tidak untuk dipukuli, dihakimi, karena ini negara Pancasila, ini adalah negara hukum. Silakan ditangkap, tetapi tidak dianiaya,” kata dia.
Ia lantas menelepon salah satu kader PDIP setempat, Imanuel Apriyanto Purnawijaya. Tujuannya supaya Imanuel mencoba bernegosiasi dengan aparat demi menolong relawan Ganjar yang dipukuli tersebut. Namun negosiasi tersebut tak membuahkan hasil.
“Tetapi negosiasi ini gagal dilakukan Imanuel, bahkan Imanuel telepon bahwa dia diancam akan ditembak. Di situlah emosi saya bangkit yang mulia, saya langsung meluncur kembali Kabupaten Gunungkidul dan saya langsung datang ke lokasi sekitar pukul 13.03 dan anak itu masih ditahan,” kata Endah.
Singkat cerita, Endah mengatakan aparat itu mengamankan relawan ganjar yang membentangkan spanduk tersebut. Ia lantas mempertanyakan kepada aparat tersebut mengapa relawan sampai dipukuli sedemikian rupa.
“Saya tanya ‘kenapa anak ini dipukuli?’ beliau menjawab, videonya ada nanti bisa kita saksikan yang mulia. ‘Karena anak itu dianggap membahayakan objek’, yang mulia. Saya sampaikan “seandainya anak ini dianggap membahayakan objek, apakah harus dipukuli? Apakah harus dianiaya dan dipermalukan?” kata dia.
(rzr/pmg)